By : Hana Aina
::
Aku duduk menikmati sepoi angin malam di teras rumah. Suasana sepi. Laptop di depanku masih membuka layar word yang kosong. Tiga puluh menit terlewat tanpa ada yang bisa aku ketik.
“Lo nyari ide cerita apa kuntilanak, Gan?”
Teriakan Ariel terdengar dari dalam rumah. Tapi kok suaranya sember gitu? Pasti dia nggak jaga suaranya, padahal bentar lagi ultah Story dan dia harus nyanyi.
Tak lama kurasakan desir semilir yang sangat dingin di sampingku.
Sementara teh poci, sepiring tempe goreng dan bungkus coklat bertebaran di meja. Padahal biasanya aku nggak serakus ini.
“Gan?” Suara itu lagi. Kali ini sangat dekat.
“Astaghfirulloh..!!” Aku kaget dengan sosok yang ada di sampingku. Sekonyong-konyong aku terlempar mundur. Nafasku terengah-engah.
“Berapa kali musti gue bilang. Kalo muncul kasih kabar dulu, paling nggak kasih kode. Lo mau gue kena serangan jantung.” Kunti cuman nyengir.
“Aroma coklatmu mengalihkan duniaku”
“Lo ni aneh. Dimana-mana kuntilanak makan menyan, bukan coklat.”
“Sekali kali napa, Gan. Waktu gue masih hidup belum pernah makan coklat.“ Sosok berbaju putih dengan rambut panjang terurai, mencoba berkilah. Aku memanggilnya Kunti. Teman baruku, baru dua bulan. Tapi sering buat aku jantungan. Maklum, makhluk beda alam. Jadi, kadang buat berdiri bulu kuduk.
Ku kembali ke posisi duduk semula, sambil ngelus dada. “Ni, gue musti merancang konsep acara buat perayaan ultah Story.”
“Emang kapan ultahnya?” Kunti masih duduk manis di sampingku. Heran, betah bener ni mahluk deket aku.
“Dua minggu lagi.” Jawabku, sambil mengambil sisa tempe goreng dari piring dan mengantarkannya ke mulut, mataku kembali fokus ke layar.
“Itu hari kamis ya, malam jum’at kliwon.” Aku terkejut seketika. Potongan tempe yang baru saja aku telan menyangkut di kerongkongan. Buru-buru ku teguk teh yang masih sisa setengah untuk mendorongnya masuk perut. Apa yang barusan dikatakan Kunti memunculkan ide berloncatan di otakku. Dengan segera tanganku lincah menari di atas keyboard. Sambil sesekali ku telanjangi coklat yang belum sempat ku makan. Masih ada beberapa batang. Dengan semangat aku makan satu persatu. Ku sisakan bungkus coklatnya di depan Kunti. Kunti mulai menelan ludah.
“Enak ya, Gan?” Aku mengangguk. “Bagi napa, Gan?” Kunti menelan ludah lagi.
“Ntar, kalo gue udah kenyang.” Kunti nggak tahan, langsung maen samber aja sisa coklat yang ada, terus ngilang.
“Waaa.. Kuntilanak nggak sopan!!” Kataku geram.
“Lo ngomong ma siapa, Gan?” Suara Ariel dari dalam rumah.
“Eh, nggak, ni lagi baca skenario acara ultah Story. Berhubung ultahnya hari kamis, jadi konsep parodinya malam jum’at kliwon.”
“Wuih, ngeri juga. Gue nggak ikut-ikut. Yang penting gue perform nyanyi. Dah itu aja.” Aku membuka tangan lalu mengangkat bahu. Ariel cuma nyengir, membalikkan badan lalu kembali ke dalam rumah.
Pagi harinya, ku persiapan segala sesuatunya. Latihan parodi dilakukan setiap hari.
Hari H pelaksanaan acara, tiba-tiba handphoneku berdering.
“Gan, maaf banget, keknya gue nggak bisa datang” Suara Pak Dipo, pemeran kuntilanak pada parodi ini, sesenggukan dari seberang telpon. Pusing mendadak menggelayut. Beberapa jam lagi show bakalan dimulai, tapi tokoh utamanya, kuntianak, nggak ada. Lama ku berpikir keras di ruang make up sendirian sabil makan coklat. Satu persatu bungkus coklat bertebaran di sekitarku. Tiba-tiba aku ingat sesuatu. Aku keluarkan sebuah teko kecil dari dalam tasku, lalu kugosok beberapa kali.
“Malam, Gan.”
“Gue butuh Lo malam ni.” Aku berbisik pada Kunti.
“Yang benar aja?! Selama ini gue belum pernah muncul di depan orang, kecuali Lo, Gan. ” Kunti mengutarakan penolakannya.
“Ok, mungkin Lo mau balik lagi ke sini.” Aku melirik ke teko yang selalu membuat Kunti tak berkutik. Dari situlah Kunti muncul, terpenjara di dalamnya selama ribuan tahun.
Kunti mikir-mikir. “Hmm, ya deh. Tapi masukin dulu tekonya.” Dengan terpaksa Kunti menurut, dari pada musti balik lagi terpenjara dalam teko.
Pukul tujuh malam acara dimulai. Satu persatu perform memeriahkan ultah Story, dan puncaknya adalah saat Ariel menghentak hadirin dengan suaranya yang mendayu setengah merdu. Disusul dengan perform parodi dari Kunti. Kunti yang dapet peran juga sebagai kuntilanak melakoninya dengan sukses, meski ada beberapa adegan dimana Kunti musti teraniaya, tapi berhasil membuat gelak tawa membahana penonton. Malam itu juga Kunti menjadi bintang, mengalahkan Ariel.
“Gan, siapa sih yang meranin kuntilanak?” Ariel mendatangiku di balik panggung.
“Kenapa?! Merasa tersaingi?! Sini gue kenalin.” Aku tarik tangan Kunti, lalu menghadapkannya pada Ariel. Kunti menatap wajah Ariel dengan seksama, sesaat kemudian pingsan. Melihat kejadian itu, Ariel terheran, alisnya sebelah terangkat.
“Dia salah satu fans berat Lo. Dateng jauh-jauh dari beribu tahun yang lalu.”
Wajah Ariel berubah penuh selidik. “Memang umurnya berapa sekarang?”
“Kira-kira dua ribu tujuh ratus sembilan puluh delapan tahun.” Jawabku santai. Ariel menyipitkan mata, dahinya berkerut.
“Dia kan kuntilanak beneran.”
“Ha?!” Ariel menyusul Kunti, pingsan.
::Solo, 7 Juli 2011
NOTE : Diikut sertakan dalam lomba "Cerpen Dadakan Off Group # 2" Majalah STORY
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terima kasih telah berbagi komentar