Kamis, 2 Oktober 2014 adalah hari yang sangat
membahagiakan bagi anggota IIDN Solo. Betapa tidak, saat kami tiba-tiba
mendapat undangan tidak resmi untuk acara KopDar dengan salah satu penulis
wanita yang namanya sudah tersohor hingga seantero nusantara. Lygia Pecandu
Hujan atau yang biasa dipanggil Teh Gia, mengajak kami ngobrol dan sharing di sore yang sedikit mendung di
Cafe Tiga Tjeret. Cafe yang terletak di jalan Ronggowarsito No. 97 ini memang
pas untuk nongkrong dan acara kumpul-kumpul baik dengan seluruh anggota
keluarga ataupun juga dengan teman dan kolega.
Seperti yang sudah-sudah, setiap ada acara
IIDN Solo, anggota yang hadir tidak lebih dengan 13 orang. Demikian pula sore
itu. Hanya 8 orang saja yang hadir, itu pun sudah termasuk salah satu anggota
IIDN Solo baru yaitu Fahmi Adiba.
Pada kesempatan itu, sambil ditemani cemilan
khas Solo seperti pisang karamel, pis roti, sate baso, dan juga teh nasgitel (panas,
legi, lan kenthel), Teh Gia banyak membagikan ilmunya terutama tentang seputar
dunia kepenulisan dan penerbitan. Menurut Teh Gia, menjadi seorang penulis baik
pemula ataupun sudah berpengalaman hendaknya berpegang pada tiga hal, yaitu
ketepatan deadline, kualitas naskah,
dan no copas.
Penulis mana yang tidak kenal deadline?
Deadline adalah salah satu yang terkadang membuat penulis manapun berasa senam
jantung, deg-degan, dan nervous. Namun
wanita kelahiran Bandung ini memiliki trik khusus untuk memenuhi deadline menulisnya. Teh Gia yang hampir
selalu mendapat tenggat waktu menulis kurang dari satu bulan untuk menulis satu
buku mengatakan, dia selalu memiliki deadline-nya sendiri. Deadline yang dia
buat selalu lebih awal dari deadline yang diberikan oleh penerbit. Sehingga,
dia masih memiliki waktu untuk membaca kembali naskahnya dan juga melakukan editing jika naskah tersebut masih
memerlukan perbaikan. Bila sekiranya penulis membutuhkan waktu melebihi
deadline yang diberikan, komunikasikan hal tersebut dengan pihak penerbit.
Komunikasi yang baik akan dapat membantu memecahkan masalah dan memberikan
solusi terbaik. Karena bagaimana pun antara penulis dan penerbit ada hubungan
simbiosis mutualisme. Hubungan saling ketergantungan, saling membutuhkan.
Mungkin sebagian orang jadi bertanya, apa
perlu seorang penulis melakukan editing
terhadap naskah yang ditulisnya? Bukankah sudah ada editor? Menurut Teh Gia,
penulis harus bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya, termasuk dalam
hal kualitas naskah dari sisi ejaan, ketepatan penggunaan istilah dan tidak
adanya kesalahan penulisan atau no typo.
Ini dimaksudkan untuk meringankan kerja editor. Editor pasti akan senang jika
naskah yang diterimanya rapi, sesuai dengan ketentuan pengiriman naskah yang
disyaratkan, dan benar. Jika editor cepat mengoreksi naskah kita dan menganggap
naskah kita layak, dengan cepat pula naskah tersebut akan naik cetak.
Masih menurut Teh Gia, dari kesemuanya yang
paling penting adalah no plagiat, no copas. Penulis adalah menulis.
Mungkin gagasan akan sama, namun pilihan kata, gaya penulisan dan susunan kata
haruslah berbeda. Dalam hal ini Teh Gia membocorkan tips agar terhindar dari
copas. Hal yang biasa dilakukan oleh Teh Gia adalah menulis ulang 2 sampai 3
kali naskah yang sudah ditulisnya. Memang sedikti merepotkan, namun ini dapat
membantu penulis terhindar dari copas.
Sekarang kita semua tahu, tidak ada namanya
penulis pemula ataupun penulis senior. Penulis adalah penulis. Etika dan sopan
santun tetap dikedepankan. Jangan seenaknya sendiri. Ketika penulis menjatuhkan
nilai-nya sendiri di depan penerbit,
maka akan dengan cepat pula penerbit lain juga enggan melirik penulis tersebut.
Sekalipun penulis tersebut memiliki koneksi ke dalam, itu tidak akan banyak
membantu. Penulis sendirilah yang pada akhirnya harus meningktkan nilai-nya sendiri di depan penerbit.
Tuh, asyikkan ngobrol sore bareng Teh Gia.
Waktu 3 jam berasa cuman 3 menit, sangking serunya ngobrol, hehe :D
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terima kasih telah berbagi komentar