Sumber Gambar : http://civilitypartners.com |
Ada budaya di dunia kerja yang terkadang membuat karyawan yang baru
bergabung di sebuah perusahaan (junior) menjadi sulit beradaptasi dengan
lingkungan barunya, terutama terhadap rekan kerja yang telah terlebih dahulu
bekerja (senior) di perusahaan tersebut. Tidak peduli posisi junior tersebut
setara atau bahkan lebih tinggi dari seniornya, senioritas, sering menjadi
sesuatu yang menakutkan bagi junior. Jika melakukan kesalahan maka akan
disalahkan habis-habisan, tapi kalau benar tidak dipandang sama sekali.
Entah mulai kapan budaya senioritas ini ada. Mulai dari pelecehan
verbal sampai main fisik. Senior yang seharusnya bijaksana, berpengalaman,
berwawasan lebih dan dituakan, ternyata belum tentu bisa menempatkan diri
sebagaimana mestinya. Tidak jarang, senior malah menjadi biang kerusuhan, suka
mencari kesalahan junior, cari muka di depan atasan, dan tidak jarang pula
berlagak galak hanya untuk menutupi ketidak mampuannya. Apalagi jika ternyata
juniornya lebih mampu dan lebih memiliki kemampaun untuk berkembang.
Awal masuk ke perusahaan, junior harus berjuang agar diterima oleh
rekan kerja dan lingkungannya. Itu adalah sesuatu yang lumrah. Namun jika
senior sampai meremehkan, bahkan tidak memberi kesempatan juniornya untuk
berkembang, maka tidak ada salahnya junior mengatur strategi untuk mengubah
penilaian senior agar lebih terbuka dan dapat menerimanya. Anggap saja ini
sebuah tantangan pertama yang harus ditaklukkan.
Junior haruslah mengikuti aturan yang telah ada. Ini adalah hukum
alam. Dimana tempat akan ada peraturannya sendiri. Maka ikutilah aturan
tersebut.
Menjadi junior bukan berarti hilangnya hak untuk berpendapat. Jika
memang memiliki usulan atau pendapat yang berbeda dengan senior tentang suatu
hal yang sedang didiskusikan, ungkapkan pendapat itu secara sopan. Hindari
perdebatan yang remeh temeh. Perbedaan pendapat adalah sesuatu yang wajar.
Hargailah. Namun jangan sampai perbedaan tersebut menjadikan suasana kerja
menjadi kurang nyaman. Jika perbedaan tersebut mulai mengarah ke skala konflik,
lebih baik menghindar.
Jalin komunikasi yang baik dengan senior. Sekedar menyapa tidak akan
mengurangi kualitas diri. Bersikap rendah hati dan menghargai orang lain
sebagai salah satu bukti pribadi yang tangguh. Tidak malu bertanya jika ada hal
yang kurang dimengerti. Jangan jalan sendiri. Apalagi jika yang dilakukan
ternyata adalah sebuah kesalahan. Bisa-bisa junior malah semakin akan
dipojokkan.
Meski sudah diterima kerja, tidak ada salahnya junior terus belajar
dan menambah ilmunya. Tidak sering di lapangan, junior akan mendapatkan
pendelegasian tugas lebih banyak. Junior tidak perlu berkecil hati. Justru ini
adalah saat yang tepat sebagai pembuktian bahwa kinerja junior tidak kalah
bagusnya dengan senior. Tampilkan performa terbaikmu!
Sebenarnya, tidak banyak manfaat yang bisa diambil dari budaya
senioritas seperti ini. Yang ada hanyalah, kemungkinan akan adanya perasaan
balas dendam junior sekarang kepada junior-junior setelahnya, hingga menjadi
mata rantai yang tak berkesudahan. Bukankah budaya kita mengajarkan tidak hanya
untuk menghormati yang tua, tapi juga menyayangi yang muda?!
pendapat saya sih, senior tak perlu sok. karena kalau tak ada junior ia tak bakalan disebut senior. sippp
BalasHapusIya, Bu Ima. Bukankah seharusnya senior mengarahkan anak baru. Bukan malah memusuhi. Toh pada akhirnya mereka akan bekerja secara tim, bukan sendiri-sendiri :D
Hapussetuju sama komentar bu ima di atas.. :D
BalasHapusIh, kompakan sama Bu Ima. Eh, itu foto Aga, ya. Sini, cubit dulu! :D :D
Hapus