Dari
jaman dahulu hingga sekarang, masa remaja adalah masa dimana seseorang memiliki
kecenderungan untuk lebih banyak bersiosialisasi, memperbanyak pertemanan, dan
mencari jati diri. Pergaulan di masa remaja cenderung luas. Apalagi jika yang
bersangkutan bukanlah murid sepu-sepu (sekolah – pulang – sekolah – pulang),
tapi juga aktiv dalam organisasi. Atau sekedar menyibukkan diri dengan berbagai
les. Pasti lebih banyak teman yang dimiliki.
Itulah
yang terjadi pada saya saat masih duduk di sekolah menengah. Aktiv dalam
berbagai organisasi remaja baik di sekolah maupun di luar sekolah membuat saya
lebih banyak memiliki teman. Apalagi saat itu saya diwajibkan orang tua untuk
mengambil beberapa kursus. Aktivitas ini makin membuat jaringan pertemanan saya
semakin luas. Bukan hanya teman satu sekolah, tapi juga dari sekolah luar.
Tidak hanya teman yang setingkat dengan saya, tapi juga senior yang jauh di
atas saya. Bahkan ada beberapa teman yang berasal dari luar kota .
Saat
itu, belum ada handphone apalagi social media. Haduh, ketahun ya saya kelahiran
tahun berapa, hehe… ^^ Jadi, agar komunikasi tetap terjaga, terutama kepada teman
yang saya kenal saat kegiatan sekolah yang 2 atau 3 hari saja, atau juga teman yang
jauh tinggalnya di luar kota, saya rajin menulis surat. Jadilah saya punya
banyak sahabat pena.
Inilah
hobi saya saat itu, menulis surat .
Dan ini juga memunculkan hobi saya yang lain, yaitu mengoleksi prangko dan
kertas surat . Prangko saya dapatkan dari kiriman surat-surat tersebut. Kalau sekarang sudah jarang mengirim surat pakai prangko. Padahal, menurut saya, motif prangko itu bagus-bagus. Dan kalau disimpan berjajar di dalam album, nggak kalah bagusnya dengan foto. Saat itu, prangko yang saya dapat kebanyakan bergambar hewan, para tokoh, dan juga berbagai macam adat istiadat daerah.
Ketika hari Jum'at tiba (karena saat itu sekolah saya libur di hari Jum'at, bukan Minggu) saya akan duduk manis di meja belajar hanya untuk memilih-milih kertas surat. Mulai dari motif bunga, hewan lucu, sampai anime ala Jepang. Yang kertasnya biasa saja, atau yang wangi seperti parfum, semua saya punya. Tak jarang sepulang sekolah, saya mampir ke toko swalayan hanya untuk membeli kertas surat. Bukan karena saya kehabisan di rumah, hanya tak mau ketinggalan kalau ada motif baru yang menarik.
Dalam sehari itu, saya bisa menulis 3 sampai 5 pucuk surat untuk teman yang berbeda. Banyak yang saya tulis dalam surat itu selain sekedar bertanya kabar. Kami -saya dan sahabat pena- sering bertukar cerita dan pengalaman. Tidak hanya yang menyenangkan saja, yang menyedihkan pun juga kami bagi. Tak jarang pula terselip curcol alias curhat colongan, haha... :D :D Meski kami tidak bertatap muka, tapi kami bisa berbagi satu sama lain, saling menyemangati saat ujian sekolah datang, atau sekedar berempati terhadap apa yang sedang dirasakan.
Hal lain yang saya rasa menarik dari pengalaman saya ini adalah, sensasi senang yang tak terkira saat sebuah motor berhenti di depan gerbang rumah. Pengendaranya membunyikan klakson pendek 2 kali. Thit ... thit ... Bagi saya ini semacam kode agar saya segera keluar sebelum pengendara itu berteriak, "Pos!! Pos!!". Jaman sekarang mana ada yang seperti ini, haha... :D :D
Sayangnya semua yang saya simpan tentang sabahat pena, kini entah ada dimana. Surat-surat, prangko dan kertas surat, sekarang sudah hilang. Meski demikian, pengalaman ini tak akan pernah saya lupakan.
Sahabat pena saya. Lama sudah kita tak lagi berkirim surat. Semoga kalian semua dalam keadaan sehat. Menulis kisah ini mengingatkan saya akan kalian. Sepenggal kisah tak terlupakan, meski kini hanya tinggal kenangan :) :)
mak, saya dulu salah satu yang suka nulis "Hobi : Korespondensi" dan punya segepok koleksi kertas surat kece. Bahkan edisi terbatas Kartor Pos saat perayaan apa gitu dulu, sampe lupa.
BalasHapusTapi sekarang jaman telah berubah ya, tinggal SMS atau chatting mah sekarang :)
Iya, Mak. Tapi sensaninya beda kalau SMS sama chatting :)
HapusRasanya tuh syahdu banget kalau dapet surat. Denger suara motor Pak Pos di depan rumah aja, langsung lari ngibrit ke luar. Belum lagi pritilan-pritilannya yang bisa kita koleksi, kita simpan sebagai kenangan. Kertas surat, prangko, kartu pos. Bisa buat cerita ke anak cucu. Tapi sekarang sudah hilang :( :(
Manis banget, mak.
BalasHapusDulu aku pengin punya sahabat pena, tapi nggak kesampaian. Suratnya nggak ku kirim-kirim, belum berani ke kantor pos sendiri. Paling juga pernahnya ngirim kartu lebaran. Senang banget waktu dapet telepon kalau kartunya sampai. Memang beda sensasi sih.
Wah, sayang sekali, Mak. Padahal asyik, lho, punya sahabat pena :D :D
Hapuswah kok sama,a ku dulu juga punya banyak sahabat pena dari dalam dan luar negeri, dan ngumpulin perangko juga
BalasHapusWuih, asyik. Koleksi prangkonya pasti komplit :D :D
Hapusaku juga punya sahabat pena... tapi aku gak hobbi ngumpulin kertas surat sih... xixixi.. aku kalo nulis surat banyak soalnya jadi lebih butuh kertas folio bergaris kayaknya
BalasHapusJiahaha ... Kok kertas folio, Mak. Jadi kayak tugas mengarang, dong :D :D
HapusBaca ini jadi inget sahabat penaku dulu Mak, dari Binjai. Aku SMP di SMA. Duh lupa, siapa ya namanya.
BalasHapusAyo, Mak, diingat-ingat lagi. Siapa tahu bisa disambung lagi silaturahminya :D :D
HapusSaya hobi korespondensi tuh waktu SD doang. Selebihnya males, apalagi setelah ada hape dan internet.
BalasHapusKalau saya berlanjut sampai SMU. Tapi selebihnya lupa karena sudah sibuk kuliah ^^
Hapus