Bagi
sebagian orang mengingat tanggal 14 Februari sebagai perayaan sesuatu yang
nggak jelas. Tapi bagi saya, tanggal 14 Februari adalah salah satu hari
bersejarah dalam hidup saya. Bukan karena tanggal 14 Februari bagi sebagian
dunia barat dikenal dengan hari kasih sayang, karena bagi saya hari kasih
sayang ya setiap hari. Tapi terlebih karena pada tanggal ini, 2 tahun yang lalu
sebuah bencana melanda pulau jawa. Gunung Kelud yang berada di Kediri ,
Jawa timur, meletus.
Sebenarnya
letusan pertama Gunung Kelud terjadi tanggal 13 Februari tengah malam. Saat itu
sudah hampir setengah manusia di Indonesia terlelap
dalam tidur. Termasuk saya. Saat letusan terjadi, suara dan getaran dari Gunung
Kelud yang meletus sampai di kota Solo.
Tapi saya tidak mendengarnya dan tidak merasakan getaran apapun. Ah, sepertinya
saya tipikal orang yang ndableg kalau sudah tertidur. Apapun yang
terjadi di sekitar saya, tidak akan menggoyahkan semangat saya untuk tidur, hehe ^^
Letusan Gunung Kelud saya sadari saat saya bangun tidur, lalu mengambil wudhu untuk
sholat subuh. Kebetulan tempat wudhu di rumah saya melewati ruang terbuka untuk
jemuran. Di tempat itu terdapat beberapa tanaman perdu. Yang sedikit membuat
saya heran adalah, jalan setapak yang menghubungkan bagian belakang rumah saya
dengan tempat wudhu yang biasa berwarna gelap karena hanya cor-coran lantai
biasa, subuh itu berwarna putih. Saya tersadar akan sesuatu saat jejak sandal
saya yang basah oleh air wudhu membekas, membentuk bubur putih. Saat itu saya
menoleh ke tanaman sekitar, daun-daunnya pun banyak terdapat bercak putih. Saya
mulai penasaran, lalu berkeliling sebentar, memperhatikan dari dekat bercak
putih yang melekat pada daun. Saat saya colek, rasanya seperti memegang semen
kering.
Sempat
terbesit pertanyaan dalam benak saya asal bercak putih tersebut, karena setahu
saya maupun tetangga tidak ada yang sedang membangun rumah hingga semennya dapat terbang kemana-mana. Namun rasa penasaran saya harus terhenti karena Bapak
sudah memanggil saya untuk sholat subuh berjama'ah.
Rasa
penasaran saya berlanjut. Selesai sholat subuh, saya nyalakan televisi. Dari
sinilah semuanya mulai jelas. Semalam Gunung Kelud meletus. Karena semakin
penasaran, saya berjalan ke teras rumah. Dan benar saja, pelataran rumah saya
sudah memutih. Saya memberanikan diri keluar rumah, membuka gerbang dan
berjalan ke jalan. Karena baru saja selesai subuh, jalanan masih sepi dan
gelap. Namun tiba-tiba hujan turun. Yeah, tapi ini bukan hujan air. Ini hujan
abu. Dan semakin lama semakin deras. Saya memutuskan untuk kembali masuk ke
rumah.
Sebenarnya
ini bukan pertama kalinya Solo terkena dampak dari letusan gunung. Sebelumnya,
saat Gunung Merapi meletus, abunya juga pernah diterbangkan angin hingga ke
Solo. Namun saat itu abunya sangat tipis. Sampai-sampai, saya yang sedang
berada di lantai 4 yang terbuka tidak merasakannya. Saya tersadar saat melihat
genting-genting rumah memutih. Suasanya seperti sedang turun salju. Sama
seperti saat Gunung Kelud meletus. Hanya saja ini lebih parah.
Hujan abu
semakin deras. Orang mulai beraktivitas keluar rumah dengan menggunakan payung.
Namun ada beberapa orang yang bandel dan tetap woles aja jalan tanpa terusik
hujan abu. Sebagian orang hanya melihat-lihat suasana luar. Ada sebagian
yang lain keluar berbelanja sayuran atau sekedar mencari sarapan. Yeah, inilah
aktivitas yang biasa dilakoni orang-orang di kampung saya. Sepertinya banyak
yang belum ngeh dengan apa yang terjadi. Meski pada akhirnya sebagian dari
mereka pulang dengan tangan hampa. Tak banyak warung dan orang jualan di saat
itu. Selain adanya hujan abu ini, suasana saat itu gelap. Seperti masih
malam saja. Padahal sudah jam 8 pagi.
Saat jam
sudah menunjukkan pukul 9 pagi. Langit sudah sedikit cerah meski masih
kemerahan. Abu yang berjatuhan mulai menebal. Bahkan angin yang hanya berhembus
sepoi saja bisa menerbangkan debu-debu tersebut. Sebagian orang mulai panik.
Mereka mulai mencari masker sebagai perlindungan terhadap organ pernafasan.
Hampir di semua apotek masker sold out,
termasuk di apotek saya. Bahkan saya harus menelfon langsung ke PBF untuk
mendatangkan 3 karton masker. Padahal hari itu banyak orang yang tidak mau
keluar rumah kalau tidak untuk masalah yang penting. Namun salah seorang bapak sales yang baik hati rela menerjang
hujan abu untuk mengantar masker-masker tersebut. Alhamdulillah, semua kebagian
masker. Terimakasih Pak Yono sudah sangat membantu kami :) :)
Saat angin mulai berhembus, tak banyak orang beraktivitas di luar rumah. Bukan hanya debu yang dapat mengganggu pernafasan, tapi juga saat debu itu masuk ke mata jadi perih. Untuk amannya pula, hampir semua pintu dan jendela di tutup. Padahal jarak antaraKediri dengan
Solo terhitung jauh, ya. Tapi apa daya. Sang angin inginnya berhembus ke arah Solo
dengan membawakan kami oleh-oleh debu dari Gunung Kelud. Lihatlah! Bagaimana
rupa tanaman saya :( :(
Saat angin mulai berhembus, tak banyak orang beraktivitas di luar rumah. Bukan hanya debu yang dapat mengganggu pernafasan, tapi juga saat debu itu masuk ke mata jadi perih. Untuk amannya pula, hampir semua pintu dan jendela di tutup. Padahal jarak antara
Saat
tengah hari, suasana sedikit tenang. Angin tak lagi berhembus. Sedikit demi
sedikit saya bermaksud membersihkan teras rumah yang sudah terlihat bentuknya
karena terlalu kotor. Mirip rumah yang sudah lama tidak ditinggali. Debu
menempel di meja dan kursi kayu, serta lantai di teras rumah. Tak cukup satu
kali membersihkannya. Awalnya dengan lap dan pel basah, lalu diusap dengan yang
kering. Setelah itu dibersihkan lagi dengan lap dan pel basah baru yang masih
bersih, lalu diulang lagi dengan yang kering. Begitu seterusnya. Dua jam lebih
hanya untuk membersihkan bagian teras. Fuiihh ... (-_-)'
Tapi
ternyata perjuangan saya belum berakhir. Tiba-tiba terdengar seperti suara
gemuruh beberapa kali, yang disusul dengan hembusan angin yang sangat kencang.
Suasana menjadi gelap dan kemerahan. Debu kembali beterbangan. Seketika saya
dan beberapa orang yang berada di luar rumah segera masuk, menutup kembali
pintu dan jendela. Ternyata letusan susulan dari Gunung Kelud. Dikira sudah
aman. Ternyata masih berlanjut, hihi ^^'
Saat hari
menjelang sore, suasana kembali tenang. Langit kembali cerah meski masih merah,
namun matahari mulai tampak. Karena mulai lelah, saya pun membersihkan rumah
sekedarnya. Sambil beristirahat dan terus memantau perkembangan terbaru Gunung
Kelud di televisi, mulailah banyak orang membahas bahaya abu Gunung Kelud bagi
kesehatan dan juga gangguan bagi lingkungan sekitar.
Ternyata,
abu hasil letusan gunung tersebut berwujud tidak sesederhana yang terlihat. Jika
dilihat lebih dekat, abu tersebut berbentuk kristal runcing yang dapat
mengisitasi mukosa. Karenanya masyarakat dihimbau untuk berhati-hati dan tetap
memakai masker dan pelindung mata. Bahkan mulai ada himbauan kepada masyarakat
jika akan membersihkan abu vulkanik esok hari.
Siapapun
yang akan melakukan pembersihkan abu dianjurkan menggenakan perlengkapan
perlindungan seperti masker dan kacamata. Membersihkan abu vulkanik memang
memerlukan teknik tersendiri. Abu tidak boleh dibersihkan dalam keadaan kering.
Hal ini disebabkan karena abu akan beterbangan dan dapat terhirup. Karenanya
abu harus dibasahi terlebih dahulu. Abu tidak dapat dibuang secara langsung ke
tempat sampah. Abu harus dikumpulkan terlebih dahulu di dalam kantong palstik
tebal dan kuat agar tidak berceceran kemana-mana. Dan ternyata, abu vulkanik
tidak seringan kelihatannya. Apalagi kalau dalam keadan basah, jadi berat :( :(
Abu juga
tidak diperbolehkan dibuang di selokan, maupun talang air. Karena abu ini dapat
mengendap hingga akhirnya akan menyumbat saluran-saluran tersebut. Dan yang
lebih perlu diperhatikan adalah, jangan menggosok abu yang menempel pada mobil,
motor, kirsi, meja, ataupun barang-barang yang mengandung pelapis. Karena
wujudnya berupa kristal kecil dan runcing, abu dapat menggores permukaan
lapisan hingga membuatnya cacat dan tidak mulus lagi. Sayang kan kalau barang
kesayangan rusak hanya karena goresan abu ^^'
Nah,
begitulah saya mengingat setiap tanggal 14 Februari. Entah mengapa peristiwa
ini sangat membekas dalam ingatan saya. Mungkin karena seumur hidup baru sekali
ini saya mengalaminya, hehe ^^
Kalau Anda, apa yang Anda ingat setiap tanggal 14 Februari?
Kelingan mbak. Dengan modal jas hujan aku berangkat sekolah sama thole. Ternyata sekolah diliburkan #mendadak libur. Tur muridnya gak ada yang datang. Alhamdulillah, tetap sehat meskipun abunya beberapa hari belum ilang (mungkin terhirup juga)
BalasHapusIya, Bu. Kalau saya langsung meliburkan diri, hehe ^^
HapusJd inget pas kejadian ni kami masih tinggal di sidoarjo. Bangum tidur semua gelap kirain mo.ujan gitu eh liat taman kok tanemannya.ketutup abu smua skolah2 jg sempet libur beberapa hari
BalasHapusIya, Mbak. Saya juga bingung. Apalagi waktu hujan abunya deras. Berasa salju ^^'
Hapusoh, saya baru sadar kalau peristiwa itu jatuh di tanggal 14 februari hehe... mungkin waktu itu keasyikan bersih2 abu sampai gak sempet mengingat tanggal hihihi :D
BalasHapusAih, Mak. Serius sekali bersih-bersihnya :D :D
HapusDuuuh, jadi ingat aku gak jadi ke gunung kelud sebelum meletus, padahal abis dolan ke Blitar kan melewati lokasi. Katanya sih pemandangan sebelum meletus lebih indah.
BalasHapusWah, mustinya poto-poto dulu, ya, Mak. Buat kenang-kenangan :D :D
Hapuswah begitu ya, aku malah baru tahu dan keinget juga
BalasHapusJiahaha ... Untungnya saya sempat foto-foto, Mak. Buat kenang-kenangan :D :D
HapusIya aku jg inget, itu tgl 14 februari. Dan kami dapat pasir berember2 dari talang rumah
BalasHapusSayangnya itu pasir nggak bisa buat bangun rumah, ya, Mak. Etapi kalau saya dicampur pupuk terus di kasih ke tanaman :D :D
Hapusah iyaa...aku bakan bakda subuh itu dg pedenya kluar rumah hendak menjemur bajuuu...ah, bgitu sdara ada hujan abu, aku lalu berpayung jln2 keliling kampung...suasana langka
BalasHapusHaha ... Untung nggak jadi ya, Mak. Bisa-bisa nyuci lagi :D :D
Hapus