Reaksi apapun yang kita terima dari anak-anak kita, adalah hasil dari
apa yang selama ini kita tanam
~Bunda Elly Risman~
~Bunda Elly Risman~
Setiap orangtua pastilah ingin memberikan yang terbaik bagi anaknya.
Namun pernahkah Anda, sebagai orangtua, merenung sejenak untuk mengintrospeksi
diri terutama tentang hubungan Anda dengan anak-anak?
Menjadi orangtua tidak hanya semata-mata karena memiliki pasangan lalu
memiliki anak. Kenyatannya, ada sebagaian orangtua yang belum siap menjadi
orang tua, belum mengetahui seluk beluk perkembangan anak. Ini akan
mempengaruhi cara orangtua memperlakukan anak.
Salah satu keberhasilan dalam pengasuhan anak adalah adanya komunikasi
yang baik yang terjalin antara orangtua dengan anak. Komunikasi ini tidak
hanya terjadi satu arah, dari orangtua yang selalu menasehati ataupun
memerintah anaknya. Namun juga memberikan kesempatan pada anak untuk
mengungkapkan perasaannya, pendapatnya, atau apapun yang selama ini ada di
pikirannya.
Menurut Bunda Elly Risman, seperti yang disampaikan dalam seminar parenting di Hotel Novotel hari Kamis tanggal 7 April 2016, ada beberapa kesalahan komunikasi yang tanpa
sengaja dan tanpa disadari sering dilakukan oleh orangtua. Kesalahan
komunikasi ini berakibat terbentuknya jarak antara diri anak dengan orangtuanya.
1.
Berbicara tergesa-gesa.
Coba Anda ingat kembali, seberapa sering Anda tergesa-gesa saat
berbicara kepada anak? Mulai dari mata terbuka sampai menutup lagi, Anda
membombardir anak dengan berbagai perintah, larangan, omelan, bahkan nasehat.
Anda melakukannya dalam satu tarikan nafas, dengan kecepatan 25 kata per detik.
Sampai-sampai anak Anda meresponnya dengan mengatakan, “ Mama berisik.
Pagi-pagi sudah ngomel.”
Dengan berbicara tergesa-gesa terhadap anak, pesan yang ingin
disampaikan orangtua ke anak tidak sampai. Anak cenderung berusaha masuk
telinga kanan keluar telinga kiri. Anak menjadi tulalit dan mudah lupa.
2.
Orang tua tidak mengenal diri sendiri,
apalagi orang lain (anak)
Pagi terburu-buru. Siang nggak ketemu. Malam sudah tidur. Itulah yang
dilakoni sebagian orangtua. Orangtua
memiliki banyak kesibukan, karenanya segala dilakukan secara tergesa-gesa. Orangtua
menjadi tidak mampu mengenali dirinya sendiri. Orangtua terlalu sibuk hingga
tidak mampu melihat ke dalam dirinya. Lebih sibuk lagi melihat kesalahan orang
lain. Termasuk ke dalam diri anak. Orangtua menjadi tidak mengenali
kepribadian, keinginan, dan perasaan anak-anaknya.
3.
Lupa bahwa setiap individu terlahir unik
Orangtua lupa kalau setiap anak terlahir unik. Keunikan antara individu
yang satu dengan yang lain adalah berbeda. Antara ibu dan ayah, tentu memiliki
keunikan yang berbeda. Termasuk anak-anak. Meski saudara kandung, masing-masing
anak membawa keunikannya sendiri yang belum tentu sama.
Hal lain yang sering dilakukan orangtua adalah suka membandingkan antara
anak yang satu dengan anak yang lain. Sekali lagi orangtua lupa, bahkan saudara
kandung yang seayah dan seibu pun berbeda. Apalagi membandingkan anak sendiri
dengan anak tetangga yang jelas-jelas orang tuanya berbeda.
4.
Tidak dapat membedakan antara kebutuhan dan
kemauan.
Orangtua tidak dapat membedakan kebutuhan dan kemauan. Ketika anak
merengek minta sesuatu, orangtua langsung memberikannya. Hal ini dilakukan
agar rengekan anak segera berhenti. Padahal, belum tentu yang diminta anak
tersebut adalah kebutuhannya. Bisa jadi itu hanya keinginannya saja.
Kebutuhan anak memang harus dipenuhi. Tapi tidak semua kemauan anak harus didituruti.
Kemauan dan kebutuhan setiap individu adalah berbeda. Orangtua harus dapat
menimbang, kira-kira apa yang diinginkan anak adalah kebutuhan atau keinginan.
Pertimbangkan pula, kira-kira ini benar-benar sudah diperlukan anak atau belum
saatnya.
5.
Tidak mengenali bahasa tubuh dan perasaan
anak.
Orangtua yang terlalu sibuk dengan berbagai macam aktivitas, tidak
memiliki waktu untuk anaknya. Akibatnya mereka tak dapat melihat dan memperhatikan
bahasa tubuh anak. Pada kenyatannya, terkadang anak-anak tidak mengungkapkan
perasaan dan keinginannya melalui kata-kata. Tapi mereka mengungkapkannya
dengan bahasa tubuh: raut wajah, gerak tubuh, sikap, dll.
Saat terjadi sesuatu, orang tua biasanya lebih suka ngomel dan tidak
memberikan waktu pada anak untuk menjelaskan. Ini terjadi karena orangtua
cenderung tidak punya waktu mendengar lebih lama. Tidak punya waktu untuk
mendengarkan perasaan anak dan cenderung menjadi pendengar yang pasif.
6.
Sering menggunakan 12 gaya popular dalam berbicara.
Ini adalah 12 gaya
komunikasi yang sering digunakan oleh orangtua. Biasanya ini diucapkan secara
spontan dan tanpa disadari. Namun dampaknya justru dengan gaya komunikasi seperti ini akan membuat
jarak antara orangtua dengan anak.
Memerintah. = “Bangun! Sekarang!”
Gaya ini digunakan orangtua untuk mengendalikan situasi, agar anak
bergegas melakukan sesuatu, cepat selesai, dan benar.
Menyalahkan. = “Mama
kan sudah
bilang, jangan lari nanti jatuh. Kamu sih nggak dengerin!”
Ini digunakan untuk menunjukkan kesalahan anak,
sekaligus pengingat agar anak tidak mengulang kesalahan.
Meremehkan. = “Gitu aja kamu nggak bisa.”
Biasanya ini digunakan orangtua untuk menunjukkan ketidak mampuan anak. Namun dengan cara seperti ini anak justri akan merasa dirinya tidak berharga.
Membandingkan. = “Lihat tuh! Kakak aja bisa. Masak kamu
nggak bisa.”
Maksud hati ingin memotivasi anak agar lebih baik lagi
seperti sosok yang dibandingkan dengannya. Namun dengan cara seperti ini anak
merasa orangtua lebih memerhatikan orang lain dari pada dirinya. Apalagi jika
anak dibandingkan dengan saudara kandungnya. Dia akan merasa orangtua pilih
kasih.
Mencap / melabeli. = “Anak bandel! Cengeng!!”
Biasanya ini digunakan untuk menunjukkan sikap kurang baik yang dimiliki
anak. Namun orangtua lupa, bahwa setiap orang memiliki kelebihan dan
kekurangan. Dengan melabeli anak dengan sesuatu yang buruk, maka anak akan
berpikir dirinya memang seperti apa yang dilabelkan padanya. Apalagi yang
mengatakan itu adalah orangtuanya sendiri.
Alangkah baiknya orangtua mengetahui kelebihan anak, tidak selalu fokus pada
kekurangannya. Sapa anak dengan kelebihannya. Seperti: anak mama yang penolong,
anak mama yang bacaan al qurannya merdu, dll. Ini akan memberikan energi positive
kepada anak.
Mengancam. = “Awas
ya kalau makanannya nggak dihabiskan!”
Ini biasa digunakan orangtua agar anak patuh dan menuruti perintah. Mungkin
akan berhasil, anak akan patuh. Namun efeknya yang terjadi, anak akan merasa cemas
dan takut. Untuk menghilangkan rasa cemas dan takut, bisa jadi anak akan
melakukan hal buruk agar diri mereka aman. Seperti membuang makanannya di
tempat sampah tanpa sepengetahuan Mamanya. Yang penting makanan di atas piring habis.
Menasehati.
Biasanya orangtua menasehati anak saat terjadi sesuatu. Saat itupula
orangtua mengeluarkan semua petuahnya. Sebenarnya ini baik. Orangtua berusaha
memberitahu mana yang baik, mana yang buruk. Tapiii … Saat itu anak sedang
bermasalah dengan emosinya. Mungkin dia sedang marah, kecewa, sedih, dll.
Yang perlu diingat adalah … Bukannya tidak boleh menasehati, ya. Hanya saja jangan menasehati seseorang saat sedang bermasalah dengan perasannya. Dia tidak akan mendengar, otaknya tidak bisa merekam. Dia sedang sibuk dengan perasannya. Berilah jeda waktu untuk meredakan emosinya. Carilah saat yang tepat, saat emosinya sudah mereda.
Yang perlu diingat adalah … Bukannya tidak boleh menasehati, ya. Hanya saja jangan menasehati seseorang saat sedang bermasalah dengan perasannya. Dia tidak akan mendengar, otaknya tidak bisa merekam. Dia sedang sibuk dengan perasannya. Berilah jeda waktu untuk meredakan emosinya. Carilah saat yang tepat, saat emosinya sudah mereda.
Membohongi. = “Beli
mainannya besok, kalau Mama sudah gajian.”
Biasanya orangtua menggunakan ini agar urusan lebih mudah. Seperti saat
anak merengek menginginkan mainan. Agar anak berhenti merengek, anak dijanjikan
akan dibelikan saat sudah gajian. Namun kenyataannya, sampai beberapa kali
gajian, anak tetap tidak dibelikan mainan. Dengan demikian anak akan berpikir
bahwa orangtua tidak dapat dipercaya. Yang lebih parah lagi jika anak berpikir
kalau berbohong itu diperbolehkan.
Menghibur. = “Kalau kamu nggak suka sama dia ya
sudah. Cari saja teman lain. Kayak nggak ada yang lain aja.”
Biasanya ini digunakan orangtua untuk membantu anak mengatasi masalahnya
agar tidak berkepanjangan. Namun hal ini tidak efektif. Kesannya malah orangtua
mengajarkan anak untuk lari dari masalah, bukan menyelesaikan masalah.
Mengkritik.
Mengkritik memang perlu selama kritikan itu untuk memperbaiki dan
meningkatkan kemampuan anak. Karenanya kritikan harus disampaikan dengan cara
yang baik, agar anak tidak selalu merasa bersalah dan gagal.
Menyindir. = “Pantesan hujan deras. Kamu merapikan
kamarmu, ya.”
Apa hubungannya coba? Hujan deras dan kamar yang rapi? Perlu dipahami
kalau sindiran ternyata dapat menyakiti hati anak. Bisa jadi anak malah
menyesal telah melakukan hal itu setelah mendapat komentar yang demikian.
Padahal yang dilakukan anak adalah sesuatu yang baik. Alangkah baiknya jika
sindiran ini digantikan dengan pujian.
Menganalisa. = “Tuh kan nilai kamu jelek. Kamunya sih terlalu
banyak main, malas belajar, bla bla bla ..”
Saat anak melakukan kesalahan, orangtua akan dengan segera menganalisa
penyebab kesalahan tersebut bisa terjadi. Maksudnya adalah agar anak ingat dan
tidak diulang lagi dikemudian hari. Lagi-lagi, saat anak menyadari telah melakukan
kesalahan, dia akan mengalami pergolakan perasaan. Sikap orangtua hendaknya
menerima kenyataan bahwa kesalahan itu telah terjadi. Berilah anak waktu
sebentar untuk meredakan kegundahannya dan merenung. Setelah semua baik,
barulah orangtua dapat mengajak bicara anak dari hati ke hati.
Menurut Bunda Elly, dengan menggunakan cara komunikasi seperti di atas,
secara tidak langsung orangtua telah memberikan atmosfer yang kurang baik
terhadap anak. Akibatnya emosi negatif lebih dominan pada diri anak. Hal ini
dapat melemahkan konsep diri pada anak, membuat anak acuh dan tidak peduli
dengan orang lain dan lingkungan, sulit diajak bekerjasama, merasa tidak punya
harga diri dan tidak percaya diri.
Jika hal ini
berlanjut hingga kurun waktu yang lama, maka anak menjadi tidak terbiasa
berpikir hingga sulit dalam memilih dan mengambil keputusan. Secara tidak
langsung pula, orangtua telah melakukan kekerasan verbal dan emosional terhadap
anak. Reaksi lebih lanjut terjadi hanya di bagian batang otak. Sikap yang
akan ditunjukkan anak adalah melawan atau diam.
Karenanya, ada baiknya jika orangtua mulai mengubah cara berkomunikasi
dengan anak-anak. Bunda Elly Risman menganjurkan agar orangtua segera berubah,
melupakan yang sudah terjadi dan memulai lembar baru dengan anak.
Inner Child yang ada dalam diri masing-masing orangtua harus dihilangkan. Pemutusan
koneksi dengan pola pengajaran orang tua kita di masa lalu mungkin juga
diperlukan. Paling tidak, ambil yang baik dari pola pengajaran tersebut, buang
yang buruk.
Kerjasama yang baik antara ayah dan ibu juga diperlukan. Tidak mungkin
hanya ayah saja, ataupun ibu saja. Kedua orangtua harus hadir dalam kehidupan
anak, dengan membiasakan membaca bahasa tubuh. Bahasa tubuh adalah sesuatu yang
penting. Karena bahasa tubuh tidak pernah bohong dan selalu menunjukkan sesuatu
yang lebih nyata dari pada bahasa verbal. Lebih mewakili perasaan, siapapun
Anda.
Related
Post :
Quote paling atas sangat mengena
BalasHapussaya sebagai org tua merasa harus terus belajar
salam sehat dan semangat amin
Sepertinya quote itu memang untuk semua orangtua ^^
HapusTulisan yang menginspirasi :)
BalasHapusSemoga dapat menginspirasi semua ^^
HapusIntropeksi.... diri...ambil..kaca...ambil kaca...
BalasHapusNgaca bareng, yuk, Mbak! ^^
HapusMakasih oleh-olehnya dari seminar itu..
BalasHapusOleh-olehnya ilmu, hihi ^^
Hapussetelah baca ini , byk sekali komunikasiku pada anak yg hrs diubah T_T .
BalasHapusTidak ada kata terlambat ^^
Hapuspaling sulit mengaplikasikan teori si mba hehehe tp sejauh ini qu pny cara sendiri dalam komunikasi dengan anakqu hehehe
BalasHapusSip! ^^
Hapussubhanallah, selama ini cara komunikasi saya dengan anak kurang tepat, hikss
BalasHapusMari sama-sama memperbaiki diri ^^
HapusBerguna banget nih mba buat aku instrospeksi dalam berkomunikasi dengan anak :)
BalasHapusSemoga semua menjadi lebih baik ^^
Hapusduh...semua kesalahan di atas kyknya prnh aku lakuin deh -__-.. memang hrs dobel sabar ya mbak berkomunikasi dgn anak ini.. itu tuh yg susaaah bener mw dilakuin, sabar :(.. keseringannya aku ga sabar duluan kalo udh dgr anak rewel ..
BalasHapusSemangat, Mbak! Tidak ada kata terlambat untuk memperbaiki ^^
Hapussaya tidak sempurna, tapi saya tak melakukan yang tertera di artikel kecuali kefefet (haiyahhh membela diri). pas banget buat orang tua yang sibuk dan sok sibuk
BalasHapusHihihi ... Benar, Bu Ima ^^
Hapuswah serem banget yang pake ngancem awas kalau makan ga dihabiskan. aku juga kadang keceplosan bilang malas...jadi menyesal
BalasHapusSemoga ke depannya menjadi lebih baik ^^
HapusBelajar jadi orang tua kelak melalui postingan ini aku Mbak ;)
BalasHapusYup. Kita sama, Mbak ^^
HapusHuhuhu saya masih melakukan yg ini nih --> Menyalahkan = “Mama kan sudah bilang, jangan lari nanti jatuh. Kamu sih nggak dengerin!”
BalasHapusHihi ... (^^')
HapusDuh, banyak kesalahan komunikasi yang masih saya lakukan Mak :(
BalasHapusTak ada kata terlambat untuk berubah, Mak ^^
Hapusitu yang mengancam, kadang masih sering kelepasan. Kadang sebagai orangtua kita pengennya shortcut aja he he he
BalasHapus