Forgiven
but not forgotten
…
Saya tidak sedang bernyanyi, ya, BESTie :P
Saya sedang berusaha menulis sekaligus curhat tentang
memaafkan dan melupakan. Yup! Saya percaya setiap kita punya pengalaman tidak
mengenakkan. Entah itu peristiwa atau kata-kata yang membuat kita marah, sakit
hati, kecawa, dll. Intinya, sesuatu kesalahan yang dilakukan itu menggoreskan
luka di hati kita.
Saat peristiwa tidak mengenakkan itu datang, saya
biasanya menahan diri. Seolah itu adalah respon pertamaku karena tidak terima
atas perlakuan atau perkataan orang tersebut padaku. Akibatnya, secara fisik saya
merasakan detak jantungku berdetak kencang, napasku tersengal, dan sekujur
tubuh terasa panas. Ingin rasanya saya membalas perlakuannya saat itu juga.
Untungnya saya masih bisa menahan diri.
Setelahnya, saat saya sendiri atau menjauh dari
pelaku, saya baru akan meluapkannya dengan menangis, marah-marah, atau ngomel. Saya
merasa sedikit lega tapi tetap saja, ada ganjalan dalam hatiku yang masih
terasa sakit.
Dimaafkan tapi tidak dilupakan.
Saya percaya waktu akan menyembuhkan segalanya. Yup! Itulah
yang sering terjadi padaku. Ledakan emosi yang datang perlahan mulai surut. Saya
mulai merasakan ketenangan. Apalagi saat saya mulai menyibukkan diri dengan
berbagai aktivitas, yang secara tidak langsung ini mengalihkan perhatianku dari
rasa sakit dalam hati.
Lantas, apakah berarti saya sudah memaafkan?
Saya tidak pernah mengatakan secara tegas bahwa saya memaafkan.
Ketika kesalahan yang dia lakukan terhadapku begitu menyakitkan, maka kesalahan
itu tidak mudah dimaafkan apalagi dilupakan. Namun yeah, saya masih bisa
bersikap normal terhadapnya sama seperti sebelum kejadian, meski terkadang jika
kesalahan itu terlalu menyakitkan, saya butuh waktu yang lebih lama untuk
menetralkan perasaan. Bisa jadi saya akan berusaha menghidarinya. Entah itu
mengambil jeda untuk tidak berkomunikasi ataupun berhubungan dengannya, atau
menghindar mencari jalan lain saat berpapasan dengannya. Ini saya lakukan lebih
karena menjaga perasaanku.
Baca juga >>> Charity bersama Yayasan Rumah Lentera
Ketika ada pemicu yang mengingatkan tentang kesalahan
itu, hatiku pun terasa sakit kembali. Hingga pada akhirnya saya perbanyak
istighfar dan mengadu pada Alloh. Saya mengakui apa yang kurasakan pada Alloh,
barulah saya mengatakan bahwa saya telah memaafkan.
”Ya, Alloh saya sakit hati pada si A saat dia bilang
kalau bla bla bla. Saya memaafkannya, ya, Alloh. Tolong bantu saya untuk
menghilangkan sakit hati ini. Saya ikhlas, ya, Alloh.”
Percaya atau tidak, setelah saya mengadukan semua pada
Alloh, hati saya perlahan plong. Seperti ada sesuatu yang meanrik bongkahan
yang selama ini mengganjal di hatiku. Setelahnya, saya bisa menjalani hari
dengan lebih tenang. Semisal pun ada trigger kembali, saya sudah tidak
merasakan rasa sakit seperti dulu. Saya hanya perlu menarik napas dalam dan
melantunkan istighfar.
Tentang Memaafkan dan Melupakan
Pemaaf akan berusaha melupakan tapi pendendam akan
terus mengungkit dan baru akan berhenti setelah puas dendamnya telah
terbalaskan.
Saya melakukan evaluasi pada diri sendiri. Yeah,
semacam muhasabah, gitu. Saya mencoba mengenali hal apa saja yang membuatku
sakit hati, perlakuan seperti apa yang membuatku tidak nyaman, dan sejenisnya.
Saya berusaha mengenali semua itu untuk berjaga-jaga.
Andai nanti saya bertemu dengan orang-orang atau mendapat perlakuan dan
perkataan yang seperti sebelumnya, lalu rasa kurang nyaman mulai datang, saya
bisa mencegah dengan cara menghindarinya.
Sekarang saya lebih sering berusaha memaafkan. Saya
merasa lebih rilek dan tidak mudah memasukkan segala hal yang datang padaku ke
dalam hati dan pikiran. Istulahnya, nggak baperan. Saya mulai meyakini bahwa
sayalah pengendali diri, perasaan, dan pikiranku. Meski orang lain menyakiti
dan melakukan kesalahan padaku, tapi jika saya tidak baperan, kemungkinan besar
saya tidak akan sakit hati. Dengan kata lain, saya tidak akan membiarkan
sesuatu yang negative masuk ke dalam diriku.
Baca juga >>> Kisah di Balik Nama Blog Coretan Hana
Bagiku memaafkan dan melupakan adalah dua hal berbeda.
Saya mungkin lebih mudah memaafkan, tapi sulit melupakan. Apalagi saya berwatak
Melankolis, meski tidak dominan. Saya bisa terus mengingat perlakuan dan
perkataan orang lain yang pernah menyakitiku, meski sekarang rasanya berbeda.
Saya sudah tidak semarah, sedendam, atau pun sesakit hati seperti dulu. Namun
saya tetap mengingatnya. Pada titik ini saya menyadari satu hal, melupakan bisa
jadi sesuatu kemustahilan, tapi memaafkan bisa diusahakan. Meski tidak mudah,
bulan berarati tidak bisa, kan?
Saya akan spill bagaimana caraku selama ini berusaha
untuk memafkan. Meski ini berhasil padaku, tapi belum tentu berhasil pada orang
lain. Namun tidak salahnya mencoba, kan.
- Mengenali
emosi. Saya berusaha
mengenali apa yang kurasakan saat itu. Marah, kecewa, sakit hati, dll. Kemudian
cari penyebabnya. Bisa jadi karena perkataan si S, perlakukan si B, dll. Ini
semacam mengidentifikasi sumber masalah.
- Perbanyak
istighfar. Bagiku, ini
senjata ampuh untuk menenangkan diri. Sejak mendapat serangan pertama, segeralah
beristighfar.Jangan lupa untuk mengambil napas panjang untuk membantu tubuh dan
pikiran menjadi lebih rilek.
- Mengadu
kepada Alloh. Biasanya
saya akan mengakui apa yang saya rasakan, lalu menyebutkan pula apa
penyebabnya. Barulah saya mengatakan kalau saya memaafkan. Saya juga meminta
kepada Alloh untuk membantuku untuk mengikhlaskannya.
- Ambil
jeda. Sering saya
mengambil jeda waktu untuk memulihkan luka. Biasanya saya menghindari bertemu
atau juga komunikasi. Meski saya sadari, tidak baik mendiamkan seseorang lebih
dari tiga hari. Jadi, ya, nggak perlu selama itu juga. Saya harap dia akan peka
meski saya tidak berharap banyak karena pada kenyatannya tidak semua orang peka
dengan kesalahannya. Saya juga berusaha mengalihkan perhatianku dengan berbagai
kegiatan. Ini bisa mengndarkanku dari stress karena terus memikirkan hal yang
tidak mengenakkan itu.
- Menyadari
bahwa kendali ada di diri.
Saya tidak akan membiarkan orang lain menyakitiku dengan melakukan
kesalahan-kesalahan. Saya juga berusaha tidak baper dan membiarkan orang lain
memporak porandakan kehidupanku.
- Ubah
dendam dan amarah menjadi bahan bakar. Ketika saya merasa sakit hati karena diremehkan,
misalnya, aka nada rasa dendam dan amarah di situ. Namun keduanya justru
keujadikan bahan kabar semangat untuk bekerja lebih keras, membuktikan bahwa
saya bisa lebih baik dari tuduhannya. Kalau perlu saya akan berusaha menjadi
lebih dari dari dirinya. Dan kalau itu tercapai, rasanya ada kepuasan
tersendiri. Dendam dan amarah perlahan menghilang karena sudah dibayar tuntas
dengan prestasi.
Baca juga >>> Merengkuh Pencapaian Tertinggi dalam Hidupku
Saya mengakui, memaafkan itu tidak mudah tapi bukan
berarti tidak bisa, kan. Jangan sampai akibat kesalahan yang dilakukan orang
lain, malah merugikanku sendiri. Bagiku, memaafkan menjadi salah satu usahaku mengurangi
beban hidup. Ini kulakukan karena saya peduli dengan kesehatan mentalku. Jangan
sampai saya menderita sendiri. Apalagi sampai stress.
Memaafkan terbih dulu barulah melupakan. Kalau pun
tidak bisa, saya akan mengingatnya dengan rasa yang berbeda dari sebelumya.
~ Hana Aina ~
Betuuul . Memaafkan ga sama Ama melupakan. Aku butuh waktu lama utk bisa maafin Ex suami ku mba. Tp pada akhirnya capek sendiri utk membenci dia. Yg rugi aku, dia mah sadar juga ga kayaknya. Ngapain aku yg capek kaan.
BalasHapusAkhirnya coba maafin. Tapi aku ga mungkin lupa, kecuali aku amnesia akut. Cukup tahu, dan jangan harap pernah ada kata rujuk dari situ. Udh tahu sifatnya gimana kan.
Jadi maafin aja, tapi ga akan mungkin aku lupain. At least utk bhn pelajaran jangan sampe jatuh ke lubang sama.