Tahukah Anda kalau perempuan itu mengeluarkan 20K kata setiap harinya? Sedangkan pria hanya 7K kata?
Dari perbandingan jumlah kata saja sudah ketahuan, ya,
siapa yang lebih ceriwis. Mungkin bisa dimaklumi juga kalau para perempuan
nggak kehabisan tenaga buat terus ngomong dari bangun tidur sampai tidur lagi.
Dan katanya, kalau jumlah kata peremuan yang 20K itu
belum dikeluarkan semua hari itu, perempuan bakal tidak tenang. Benar, nggak,
sih?
Itu Sebabnya Saya Menulis
Dua puluh ribu kata setiap harinya. Kebayang nggak sih
betapa berisiknya kalau semua itu diwujudkan dalam bentuk suara. Entah itu
obrolan, nyanyian, omelan, dll. Itu sebabnya saya berusaha menghabiskan 20K
kataku bukan hanya berwujud suara tapi juga tulisan. Ini adalah salah satu
alasan saya menulis.
Saya belajar menulis (di luar pelajaran sekolah, ya)
saat duduk di sekolah dasar. Saat itu saya mulai menulis diary. Hampir setiap hari sya menumpahkan semua perasaanku di diary dengan kertas berwarna warni
dengan aroma wangi. Sayangnya, saya hanya bertahan beberapa bulan saja. Sebuah
kejadian tidak menyenangkan terjadi.
Saat itu, beberapa temanku sudah memiliki diary yang dilengkapi dengan gembok dan kunci.
Menurutku ini lebih menarik dan aman. Apapun yang ditulis di dalamnya tidak
akan bisa dibaca sembarang orang.
Berbeda dengan diary milikku yang tanpa gembok dan kunci.
Suatu hari orangtuaku menemukan diary itu lalu membaca semua tulisanku di sana.
Saya merasa marah, kecewa, sekaligus sedih. Saya menganggap, diary adalah sebuah privasi. Semenjak itu saya tidak pernah
menulis diary lagi, hiks.
Setelah bertahun tidak menulis, saya kembali menemukan
keasyikan menulis saat duduk di sekolah menengah atas. Saat itu saya menulis
untuk majalah dinding (mading) sekolah. Ini salah satu bagian dari kegiatan ekstrakulikuler
jurnalistik. Posisiku saat itu sebagai sekretaris redaksi. Saya juga diamanahi menulis
beberapa rubrik di majalah. Karena lagi semangat-semangatnya, sekalian saja
saya menulis artikel yang kemudian kukirim ke bulletin sekolah.
Saya ingat betul, artikel pertamaku di bulletin sekolah
bertema tentang kegemaran membaca. Alhamdulillah, artikelku dimuat. Mungkin
bagi sebagian orang terlihat sepela, tapi bagiku bangganya bukan main.
Tulisanku disebarkan ke seluruh masyarakat sekolah.
Adik kelas, teman senagkatan, kakak kelas, juga para guru membaca tulisanku. Coba
tebak, berapa honorku? Goceng alias 5K rupiah, wkwkwk. Lumayanlah, ya. Dengan
uang segitu (zaman itu) bisa buat beli semangkuk bakso komplit dengan es teh dan
rambak, haha.
Kegemaranku menulis pun bertambah saat kuliah. Untuk
pertama kalinya saya memiliki pengalaman mewawancarai seorang narasumber lalu
mengolah hasil wawancara itu menjadi sebuah artikel. Yup! Saya belajar
jurnalistik. Bahkan saya mendapat kesempatan magang menjadi penyiar di salah
satu radio di kotaku dan mengampu acara mahasiswa dengan konsep majalah radio.
Selepas kuliah, saya malah kembali hiatus menulis.
Sebagai fresh graduate, saya lebih fokus bekerja lalu lupa menulis. Namun
seiring berjalannya waktu, saat usia semakin dewasa, saat banyak permasalahan
hidup mulai menghampiri, saya kembali rindu menulis.
Baca juga >>> Inilah 5 Alasanku Mulai Ngeblog
Manfaat Menulis Sebagai Stress Release
Ada satu ungkapan yang menjadi pedomanku saat ini.
Ketika kamu sedang overthinking,
menulislah!
Ketika kamu sedang low motivation, membacalah!
Saya sangat merasakan perbedaan saat mulai memasuki
masa dewasa. Seolah permasalahan hidup di pundak semakin berat, semakin banyak
yang harus dipikirkan. Salah satu yang kentara sekali adalah, saya sering overthinking. Ini lebih ke rasa cemas
dan was-was pada sesuatu yang belum tentu terjadi di masa depan. Otak serasa
berjalan sendiri berandai-andai dan membayangkan sesuatu yang mengerikan bakal
terjadi. Di momen inilah, saya kangen menulis.
Saat perasaan kurang nyaman dan overthinking datang, saya menuliskannya di selembar kertas. Saya
menuliskan semua kekhawatiran. Yup! Saya masih trauma dengan diary. Saya sudah
terlanjur nyaman mengungkapkan uneg-uneg dalam selembar kertas dengan harapan
setelah selesai, saya bisa langsung menyobek dan membuangnya.
Pada momen ini, saya mulai merasakan ketenangan
setelah selesai menulis. Rasanya plong. Dan sejak saat itu saya mulai menulis
lagi. Tidak jarang, menulis yang awalnya hanya untuk mengungkapkan keruwetan
pikiran dan perasaan, malah memberiku inspirasi untuk mengubahnya menjadi
artikel.
Beberapa kali saya menulis artikel di blog berdasarkan
hasil perenungan permasalahan yang kualami. Salah satunya saat saya pindah
kerja. Salah satu divisi di tempat kerjaku yang baru, sangat mengedepankan
senioritas. Bahkan saya yang meski anak baru tapi bukan berada di divisi itupun
kena imbasnya.
Beberapa kali saya mendapat perlakuan kurang menyenangkan.
Untungnya saya orangnya cuek. Namun setelah mendapatkan curhatan rekan kerja
yang kebetulan berada di divisi tersebut, saya memberanikan diri menulis sebuah
artikel tentang itu di sini – Lakukan 10 Trik Ini Agar Anda Mampu MelewatiSenioritas di Kantor.
Saya mulai menikmati proses menulis dan mendapatkan
manfaat kegiatan ini. Selain mengatasi overthinking-ku,
menulis juga mampu menjaga kewarasanku.
- Salah
satu cara paling tenang untuk melampiaskan emosi. Entah itu saat marah, kecewa, sedih, atau apapun
emosi yang kurasakan, saya mengungkapkannya dengan menuliskannya di selembar
kertas. Ini persis sama seperti apa yang kulakukan dulu: menyobek dan
membuangnya setelah puas mengungkapkan semua uneg-unegku. Tidak perlu bersuara
tapi perasaan plong dan tenang setelahnya tetap kudapatkan.
- Membantuku
mengatur kegiatan harian.
Ini kulakukan dengan menulis bullet
journal. Salah satu bagian di bullet
journal adalah to do list. Saya
melakukan manajeman waktu dan kegiatan dengan menuliskan sekaligus mengelompokkan,
mana kegiatan penting yang harus segera diselesaikan, mana kegiatan yang masih
bisa dikerjakan sambil jalan. Semua lebih teratur dan saya tidak membebani otak
dengan teris menerus menerus mengingat.
Otak menjadi lebih rilek.
- Membantuku
mengembangkan memetakan masalah sekaligus mencari jalan keluar. Saya biasa menuliskan masalah yang sedang kuhadapi lalu
melakukan evaluasi sekaligus mencari jalan keluar dengan cara brainstorming. Dengan menulis, saya
lebih mudah melihat secara menyeluruh permasalahan yang saya hadapi dan
mengevaluasinya lebih dalam.
- Mengambangkan
imajinasiku. Saya mulai
menulis fiksi. Semua berawal dari kegemaranku membaca. Beberapa kali saya
merasa kurang puas dengan ending cerita yang kubaca. Saya punya opini sendiri
tentang akhir cerita tersebut. Padahal hanya fiksi, tapi ternyata berdampak pada
rasa gemas dan kurang puas. Saya pun mulai menulis ending cerita versiku. Dari sinilah, saya merasa ingin menulis
ceritaku sendiri, berdasarkan imajinasiku.
Baca juga >>> Kisah di Balik Nama Blog Coretan Hana
Sampai saat ini saya masih menulis. Ternyata dari sebuah
kegiatan sederhana, yaitu menulis, saya bisa merasakan perubahan hidup ke arah lebih
baik. Ini terutama menyangkut dengan kesehatan mental. Saya bisa meluapkan
ganjalan emosi dan perasaan, serta pikiran tanpa harus berisik. Tetap kalem dan
tenang. Apakah Anda juga suka menulis seperti saya? Apakah Anda juga merasakan
hal yang sama? Komen di bawah, ya!
~ Hana Aina ~
Baca juga, ya ...
Pengalaman diary pernah dibaca Ama ortu, aku juga ngalamin mba. Dan marah banget rasanya. Seperti privacy kita diinjek2 kan. Makanya aku memang ga terlalu dekat Ama ortu ya Krn mereka anggab anak ttp msh jadi hak milik mereka yg artinya semua privacy juga bisa mereka terobos.
BalasHapusMakanya aku ga mau ngelakuin yg sama ke anak2. Aku hrs hormatin privacy mereka. Taruhannya hubungan kami bisa memburuk kalo aku ngelakuin kesalahan sama.
Aku menulis supaya ga lupa. Krn sadar diri banget, aku pelupa. Kalo dipikir sayang aja semua pengalaman traveling dan kuliner ku kalo ga didokumentasikan.
Toh kalo seandainya aku pengen balik lagi ke tempat itu, udah tahu hrs mencari kemana 😄. Bonus buatku kalo sampe temen2 lain terbantu dengan informasi yg aku tulis.
Makanya susah utk berhenti menulis blog. Selain healing terapi biar ga stress tapi juga membantu utk merefresh ingatan